Minggu, 10 Maret 2013

Mr. Know It All

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 21.45 0 komentar
    Aku yang duduk tepat di sebelahmu hanya diam, tak tahu harus berkata apa. Otakku terus berpikir, mencari kata yang tepat agar dapat bicara denganmu. Sejujurnya aku punya beberapa pertanyaan saat itu, hanya pertanyaan basa-basi memang, namun aku ingin menanyakannya padamu agar aku bisa berbicara denganmu. Tetapi, setiap aku mendongak dan melirikmu yang duduk tepat di sebelahku, tenggorokanku terasa tercekat, kehilangan suara, dan mulut terkunci rapat-rapat. Separah inikah aku di dekatmu?

   Lalu kuputuskan untuk tetap diam, karena aku memang hanya bisa diam. Tapi kemudian, kau memanggilku dan menyuruhku untuk memperhatikan sesuatu yang kau buat saat itu. Aku tersenyum, melihat kau sibuk menyusun stik-stik kecil itu, lalu aku bilang kalau aku setuju dengan idemu. Tapi tidak dengan orang disekitarku, mereka tidak setuju dengan idemu itu. Tahukah kau betapa aku membelamu saat itu? Aku bahkan berdebat dengan mereka hingga suaraku nyaris habis.

   Namun kemudian, kau ikut kesal padaku dan kita pun berdebat saat itu. Tahukah kau, kalau aku tidak pernah bisa marah kepadamu, walau apapun yang kau lakukan? Mungkin memang aku sering marah di depanmu, namun memang hanya itu yang dapat kuperbuat agar bisa berbicara denganmu. Semua tidak akan berjalan baik jika kita berbincang secara baik-baik, karena aku pasti gugup dan hanya bisa diam atau tersenyum kecil. Karena itulah aku berlagak kesal setiap berada di dekatmu.

   Mungkin kau sudah tahu perasaanku, tidak, kau memang sudah tahu. Sudah sangat tahu. Saat kita berdebat waktu itu, aku menyerah, dan aku terdiam, lalu tiba-tiba kau membuat rangkaian yang membentuk huruf ke 18 dari abjad, inisial namamu. Kemudian aku mendengus, hanya berpura-pura tentunya. lalu aku mengejek huruf dari stik itu. Namun tanggapan darimu sungguh mengejutkan, kau bilang dengan jujur dan terang-terangan, kalau kau tahu bahwa aku menyukai orang dengan inisial "18" itu. Dan jelas sekali aku paham maksudmu, kau ingin mengatakan kalau kau sudah tahu kalau aku menyukaimu, kan?

   Aku tak bisa menanggapi perkataanmu itu, seketika aku merasa lemas, sesak, jantung berdebar, dan tidak berani menatapmu. Hebat, aku kagumi kehebatanmu. Aku pun mulai memanggilmu Mr. Know It All. Karena kau banyak tahu. Bagaimana kau bisa tahu perasaanku? Bagaimana kau bisa menebak dan mengungkapkannya dengan begitu mudah? Sebegitu terlihatkah rasa sukaku padamu ini? Entahlah, aku tak tahu bagaimana menjadi dirimu.  Namun, walaupun kau sudah mengetahui perasaanku, aku senang karena kau masih menghargainya, setidaknya kau tidak menghindariku atau membuangku begitu saja.

   Thanks. Mr. Know It All

Jumat, 08 Februari 2013

You, or Just My Self?

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 04.59 0 komentar
  Perlukah aku bertanya, bagaimana bisa aku jatuh cinta padamu?
  Perlukah aku bertanya, bagaimana bisa kau membuatku jatuh cinta padamu?
  Aku tahu aku sudah jatuh cinta padamu, tapi, seharusnya semua ini bisa diakhiri bukan?
  Ya, aku sudah mencoba mengakhirinya, mengakhiri perasaan ini, bahkan saat kali pertama aku tersadar bahwa aku mencintaimu.
  Namun, kenapa justru disaat perasaan itu mulai hilang, kau kembali muncul dalam hidupku?
  Dan, aku juga tidak bisa menghapus perasaan ini, aku mengakui itu.
  Aku tahu perasaan ini salah. Perasaan ini telah menyakiti banyak orang, termasuk diriku sendiri.
  Jika memang kau yang membuatku jatuh cinta, bisakah kau mengahapus perasaan itu dari hatiku? Bisakah hidupku kembali seperti semula, sebelum aku mengenal dan jatuh cinta padamu?
  Atau mungkin, diriku sendiri yang membuatku mencintaimu?
  Mana yang benar? Entahlah.
  Jika aku bisa meminta, aku hanya ingin meminta dua hal :
  Pertama, jika memang diriku sendiri yang membuatku jatuh cinta padamu, aku ingin bisa segera melupakanmu.
  Kedua, jika ternyata memang kau yang membuatku jatuh cinta padamu, aku tidak akan melupakanmu dan berharap kau bisa memilih aku.
  Lantas, manakah permintaanku yang akan dikabulkan?
  Entah, tapi aku lebih memilih yang kedua. Namun, jika yang pertama memang membuatku lebih baik, mungkin itulah yang seharusnya ku dapatkan :)

Senin, 04 Februari 2013

'EX' friend

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 05.50 0 komentar

  Mantan.

  Sering aku –dan mungkin kau- mendengar kata tersebut.

  Biasanya, mantan identik dengan hubungan, status, atau jabatan seseorang. Namun, pernahkah kau mendengar istilah ‘mantan teman’? Mungkin, tapi aku tidak pernah menemukan istilah tersebut.

  Orang-orang bilang, tidak ada istilah mantan ibu dan mantan teman. Orang-orang juga bilang, apapun masalahnya, seberapa lamapun pertengkarannya, yang namanya teman pasti akan kembali dan menjalin hubungan ‘perteman’ itu denganmu lagi. Tapi disini, sekarang, dan karenamu, aku menemukan istilah itu : mantan teman.

  Ingatkah kau, kalau kita sudah sangat lama berteman? Bahkan mungkin bukan berteman lagi, lebih tepatnya ‘bersahabat’? Tak ingatkah kau, kalau kita dulu mengahabiskan waktu bersama? Mengumbar rahasia ‘hanya’ antar sesama kita? Bahkan sangat dekat dari pada saudara kandung kita sendiri?

  Mungkin kau ingat –dan aku yakin itu-. Tapi kau berkata lain. Aku yakin kau ingat, tapi kau tidak mau teringat dan tidak berusaha mengingat. Sifat keras kepalamu itu, sekarang berlaku untukku –teman dekatmu saat itu-. Bahkan, tidak aku atau dirimu, sama-sama tidak mengetahui apa masalah yang menyebabkan ada ‘jurang’ diantara kita ini. Lantas, mengapa kita tidak berteman ‘lagi’ saja?

  Entah.

  Hanya kata itu yang bisa kuucapkan. ‘Entah’. Karena aku –maupun kau- memang tidak tahu apa penyebabnya.

  Sadarkah kau, kalau banyak yang membantu mengembalikan pertemanan kita? Kau mungkin bertanya “siapa?”, maka aku akan menjawab “Tuhan, teman kita, bahkan orangtua kita.”

  Ya. Tuhan membantu kita, aku sadar itu –tapi entah dengan dirimu-. Tuhan sudah sering menciptakan berbagai peristiwa –yang mungkin kau anggap kebetulan-  yang membuat kita bersatu. Apa itu? “Kelompok”. Ya, kelompok. Sudah berapa kali kita disatukan ke dalam satu kelompok kerja yang sama? Tak terhitung. Bukti lain? “Sekolah, kelas, dan teman”. Kita disatukan dalam sekolah yang sama dan dalam satu kelas yang sama pula. Dan kita, disatukan oleh teman-teman yang –secara tidak langsung- menghubungkan kita satu sama lain.

  Teman kita, sengaja tidak memihak diriku maupun dirimu. Mereka tidak memihak karena mereka memang membantu menghubungkan kita kembali. Sadarkah kau? Mungkin tidak, karena kau merasa semua temanmu –yang juga temanku- hanya memihakmu.

  Dan orangtua. Ibumu maupun ibuku berteman juga. Mereka masih menjalin hubungan –walau tidak sedekat dulu-. Tahukah kau, kalau ibumu dan ibuku membantu mengembalikan hubungan kita? Ibuku selalu bertanya tentang hubunganku denganmu. Dan ibumu, selalu mengundangku untuk datang mengunjungi rumahmu. Dan sekali lagi, mungkin kau ‘juga’ tidak tahu.
Entah bagaimana, atau sampai kapan ini akan berakhir. Jika kau memang tidak membutuhkanku, maka aku pun berusaha untuk tidak membutuhkanmu dalam hidupku. Walau tiada istilah ‘mantan teman’, tapi dengan tingkahmu yang egois dan selalu lari dari masalah, aku –dan mungkin dirimu- dapat menyimpulkan kalau istilah ‘mantan teman’ memang terjadi dan berlaku diantara kita.  

For you "my beloved ex-friend" by (DSH)


Kamis, 10 Januari 2013

Dan, Mengapa Kita Berteman?

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 05.11 0 komentar
Teman.

Terkadang kita berpikir mengapa kita berteman, atau mengapa kita menjadi teman, atau bahkan mengapa kita butuh teman?
Aku juga terkadang bingung, mengapa temanku mau menjadi temanku?
Apa karena aku menguntungkan bagi mereka? Apa karena mereka membutuhkanku? Atau mungkin mereka tidak punya alasan untuk menjadi temanku?
Beberapa orang memilih-milih teman mereka. Beberapa orang memiliki alasan tertentu untuk berteman dengan seseorang. Tapi aku berteman bagai air yang mengalir. Semua terjadi begitu saja. Bukan aku yang memilih untuk dipertemukan dengan teman-temanku, tapi Tuhan-lah yang memilihkan orang-orang itu untuk menjadi temanku. Setelah kami bertemu, keadaanlah yang selanjutnya membentuk hubungan kami. Awalnya kami di pertemukan dalam satu sekolah yang sama, kemudian diperkecil dngan disatukan dalam satu kelas yang sama, dan selanjutnya keadaanlah yang bertindak. Keadaan tersebut misalnya adalah keadaan saling membutuhkan, keadaan dimana kami harus bersatu, dan keadaan-keadaan lain.

Dan tanpa di sadarai, terciptalah hubungan itu, hubungan pertemanan. Bahkan tanpa diminta.

Jadi, tidak butuh alasan untuk berteman. Tidak butuh kriteria untuk memilih teman. Dan, tidak ada jawaban atas pertanyaan "mengapa kita berteman?". Karena sesungguhnya semua terjadi oleh tangan Tuhan, yang mempertemukan kita. :)

Selasa, 04 September 2012

Dear, My Friend (short story)

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 07.10 0 komentar


Apa kesalahanku? Kenapa harus jadi begini? Kenapa?
***
“Tasya, kita satu sekolah!” ujarku sangat antusias di telepon. Seseorang di seberang sana hanya tertawa senang mendengarnya.
Malam itu aku menyalakan komputerku dan menyambungkannya ke internet. Aku membuka website salah satu sekolah ternama untuk melihat pengumuman PPDB. Dan syukurlah aku menemukan namaku di sana. Tapi yang membuatku lebih bahagia adalah aku akhirnya bisa satu sekolah dengan teman dekatku, yaitu Tasya.
Walau kami tidak pernah satu sekolah sebelumnya, tapi kami cukup dekat. Itu karena beberapa tahun yang lalu Tasya adalah tetangga sebelah rumahku. Semenjak itu kami dekat, tapi sekitar dua tahun kemudian dia pindah di blok yang berbeda. Walau rumah kami tidak sedekat dulu tapi kami masih menjaga hubungan baik lewat sms, telepon, jejaring sosial, atau sesekali kita saling mengunjungi satu sama lain. Selain itu, Tasya juga teman satu lesku. Dan sekarang dia adalah teman satu sekolahku.
Beberapa minggu kemudian, tahun ajaran baru dimulai. Aku tidak menyangka kalau ternyata aku juga satu kelas dengan Tasya. Aku dan Tasya semakin senang. Dan kita semakin dekat saja karena kami berangkat dan pulang sekolah bersama dengan motorku. Aku juga duduk satu bangku dengannya. Saat itu kami benar-benar dekat.
***
“Ma, aku berangkat dulu ya.” Kucium tangan ibuku seraya berjalan keluar rumah.
“Bareng Tasya lagi?” tanya ibuku.
“Iya ma.”
“Yang nyetir kamu aja, jangan Tasya ya. Dia kalau nyetir kenceng.”
Aku hanya mengangguk dan sibuk mengeluarkan motorku. Sebenarnya Tasya lah yang selalu menyetir saat pulang. Itu karena dia yang menawarkan dan juga karena jalan pulang selalu ramai jadi aku memintanya untuk menyetir. Aku tak tahu apa dia akan menyetir lagi saat pulang, entahlah.
Di sekolah, aku tidak berani bilang ke Tasya kalau dia tidak boleh lagi menyetir motorku. Aku tidak memberitahunya apa-apa. Hari pun kami lalui seperti biasa. Menyenangkan, selalu penuh percakapan dan tawa. It was like that.
“Sya, temenin aku ke kamar mandi lagi yuk.” Ajakku.
“Hah? Ke kamar mandi lagi? Ngapain?”
“Hehe, kebelet.”
“Huu. Dari tadi kebelet mulu. Yaudah, ayok.”
Aku tipe orang yang mudah buang air kecil. Dan kamar mandi perempuan di sekolahku terbilang cukup jauh dari kelasku. Maka dari itu aku selalu minta antar Tasya. Dan Tasya lah satu-satunya orang yang setia dan sedia mengantarku bolak-balik ke kamar mandi. Dia memang teman terbaikku.
 Ingatlah saat itu kau sangat pedili padaku. Bahkan hanya untuk menemaniku ke kamar mandi. Kau selalu menemaniku kemanapun.
***
Sudah beberapa hari sejak ibuku menasehati agar Tasya tidak menyetir motorku, tapi Tasya tetap yang menyetir saat pulang sekolah. Aku sadar kalau Tasya orangnya suka tantangan, maka dari itu kalau mengendarai motor biasanya kencang. Aku tahu itu, tapi menurutku dia lebih mahir mengendari motor dibanding aku. Dan aku pikir ibuku tidak akan pernah tahu, karena kami selalu ke rumahnya dulu barulah aku pulang sendiri ke rumah dengan motorku.
Tapi aku salah. Suatu hari, aku dan Tasya dalam perjalanan pulang menuju rumahnya. Tapi kami berpapasan dengan ibuku yang akan berangkat menjemput adikku. Di jalan ibuku tidak terlihat marah. Tapi saat di rumah, aku dimarahi. Semenjak itu aku tidak boleh memberi Tasya tumpangan, atau aku tidak boleh bawa motor sama sekali. Bahkan sebenarnya aku tidak boleh duduk sebangku dengan Tasya lagi. Entah, tapi ibuku jadi tidak suka dengan Tasya.
Maaf kalau ibuku sepertinya tidak suka denganmu. Tapi karena itukah kau menjauhiku?
***
Aku ingat satu hari sebelum masuk sekolah hari pertama, ada temanku yang bilang kalau aku akan satu kelas dengan seorang cowok yang tinggi dan ganteng. Aulia, temanku itu bilang kalau namanya Danny. Aku penasaran bagaimana rupa cowok itu, maka aku mengingat baik-baik namanya untuk aku cari besoknya di kelas.
Keesokan harinya. Aku sudah duduk rapi di bangku paling depan dengan Tasya sebagai teman sebangkuku. Kami bercakap-cakap tentang sekolah dan teman-teman baru. Dan saat kami sibuk bercakap, tiba-tiba seorang cowok tinggi dan -menurutku- ganteng , memasuki kelas dengan kerennya –cara jalannya-.
“Sya... sya!” aku seketika terpesona dan menyolek lengan Tasya dengan paniknya.
“Apa sih?”
“Itu... Itu yang dikasih tau temenku!”
“Apaan?”
“Kemarin Aulia bilang kalau kita bakal satu kelas sama cowok tinggi dan ganteng. Nah, itu cowok yang paling ganteng deh di kelas kita.”
“Hmmm... Lumayan juga sih.” Tasya merespon singkat.
Aku belum tahu siapa namanya, tapi aku yakin kalau dialah yang namanya Danny. Ternyata yang kudapati bukan dia yang namannya Danny. Memang benar Danny yang asli tinggi dan ganteng, tapi masih kalah ganteng dengan cowok yang satu itu. Saat nama Rifqi dipanggil, dia mengangkat tangan. Jadi, namanya Rifqi.
Aku ingat suatu hari kau pernah memuji Rifqi. Kau bilang kalau dia punya alis yang bagus dan senyum yang manis. Apa masalahnya karena dia?
***
“Tiga hari lagi ada pondok ramadhan ya?” tanya Tasya.
“Iya, katanya kelasnya diacak sementara.”
Saat itu kami sedang bercakap-cakap tentang pondok ramadhan di kelas. Hingga tiba-tiba ketua kelas kami berbicara di depan kelas tentang acara buka bersama. Saat itu kami baru sekitar sebulan lebih di sekolah itu, tapi tahun ajaran baru dimulai kebetulan saat bulan puasa. Tidak heran kalau kelas kami merencanakan untuk buka bersama.
Ketua kelas kami bilang kalau kita akan ada buka bersama lusa, sehari sebelum pondok ramadhan. Awalnya Tasya tidak mau ikut karena malas, tapi aku memaksa dan menawarkan tumpangan padanya. Dan akhirnya ia mau ikut.
Sorenya sebelum acara buka bersama, aku tidak tahan memendam perasaan sukaku ke Rifqi. Memang, selama ini belum ada yang tahu. Maka aku mengirim sms ke Tasya. Aku cerita blak-blakan tentang perasaanku ini. Mungkin rasa suka pada pandangan pertama.
Tasya merespon curhat dadakanku itu lewat sms. Dia juga masih setia membalas sms-sms ku saat itu tentang Rifqi. Bahkan menurutku dia mendukung jika aku mengejar Rifqi.
Jam 5 sore, aku dan Tasya sudah tiba di rumah makan tempat teman-teman sekelas akan berkumpul untuk bukber. Aku tidak mendapati sosok Rifqi. Aku berkali-kali memancing Tasya untuk membicarakan tentang Rifqi, tapi dia tidak merespon. Akhirnya sekitar pukul 6, Rifqi baru datang. Aku merengek ke Tasya supaya meresponku. Tapi Tasya tetap tidak merespon dan justru mengalihkan pembicaraan.
Dan semenjak malam itu, keesokan harinya aku mulai jarang berhubungan dengan Tasya.
***
Sya, kamu marah sama aku?
Sudah beberapa hari ini, aku tidak pernah kontak dengan Tasya. Entah itu sms, telpon, mention, wall fb, bahkan sapaanku pun tidak dibalas. Ada yang aneh. Ya, dia marah padaku. Tapi, aku tidak merasa punya salah. Apa yang telah aku lakukan?
Aku cemburu melihat Tasya dekat dengan teman lamanya. Selain aku, Tasya juga dekat dengan teman lamanya di SMP dulu yaitu Fika. Kami bertiga sempat dekat mengingat Fika dan aku adalah teman dekat Tasya. Tapi sudah tidak lagi, Tasya hanya dekat dengan Fika, tidak denganku.
Memang adakalanya Tasya merespon perkataanku, tapi hanya respon singkat. Hanya iya, atau tidak. Aku semakin merasa bersalah.
 “Da, aku boleh minta tolong nggak?” tanyaku pada Nada. Dia juga teman sekelasku, dia salah satu teman dekatku selain Tasya di sekolah.
“Apa sih Lisa?”
“Tolong kamu kirim sms ke Tasya. Kalau dia nggak bales juga, berarti dia nggak punya pulsa.”
“Oke, nanti pulang sekolah aku sms deh.”
Di rumah aku menunggu kabar dari Nada. Nada bilang smsnya juga tidak dibalas. Hatiku sedikit lega, mungkin dia memang tidak punya pulsa.
Tapi masih ada satu masalah lagi. Kenapa Tasya tidak mengajakku bicara?  Akhirnya aku memberanikan diri untuk bertanya langsung padanya.
“Nggak Lis, aku nggak marah kok. Kamu aja yang nggak ngajak aku ngomong.” Itu alasannya. Aku pun berusaha membuka topik untuk membuatnya bicara seperti dulu. Tapi tetap saja dia hanya menjawab singkat, tidak seramai dulu.
***
Sudah tiga kali aku bertanya pertanyaan yang sama, dan dijawab pula dengan jawaban yang sama. Padahal aku sudah sering mengajaknya bicara, hanya dianya saja yang kurang merespon. Aku putus asa, aku tidak tahu lagi harus melakukan apa. Aku merasa patah hati. Bagiku patah hati karena Tasya lebih sakit dibanding dengan cowok yang aku sukai atau cintai. Secinta apapun aku pada mantan atau cowok manapun, aku lebih cinta Tasya. Ya, sahabat lebih penting dibanding pacar –setidaknya menurutku-.
“Lis, kamu sama Tasya kenapa?” tanya Nada.
“Jangan tanya aku. Aku nggak tau.” Jawabku lemas.
“Tau nggak, dia juga agak jauh dari kita. Temen sekelasnya, semuanya.”
“Iya Lis, kita semua ngerasain kok.” Sahut Aya, teman sekelasku.
“Iya, tapi aku yang paling mengenaskan dari kalian.” Aku kesal.
“Mmm... Aku nggak tau apa masalahnya, tapi maaf aku pernah bohong ke kamu.”
“Hmm? Bohong apa?”
“Sebenarnya, waktu itu Tasya bales smsku. Dia nyuruh aku bilang ke kamu kalau dia juga nggak bales smsku. Maaf ya aku udah bohong.”
Begitukah? Selama ini hanya smsku saja yang tidak dibalasnya?Aku semakin patah hati. Aku mulai berfikir apa kesalahanku. Aku mulai ingat. Terakhir aku berhubungan dekat dengan dia adalah saat bukber, dan setelah aku bercerita soal perasaanku. Rifqi? Apa Rifqi penyebabnya? Jangan-jangan selama ini dia juga menyukai Rifqi? Tapi aku kan cuma suka, aku tidak berani mengejarnya. Ya, aku memang suka pada Rifqi. Tapi aku tidak berani mengejarnya, cukup dipendam dulu.
Apa dia marah hanya karena aku juga suka Rifqi? Tapi mungkinkah hanya karena itu sampai-sampai dia memutuskan persahabatan kami? Aku juga tidak habis pikir. Aku ingin bertanya, tapi aku sudah susah berbicara dengannya. Walau tak saling bicara, anehnya dia tidak pindah ke bangku lain. Ya, dia tetap teman sebangkuku. Hanya saja kami tak saling bicara. Mungkin ini karena aku tidak menuruti perkataan ibuku. Harusnya memang aku tidak duduk sebangku dengan Tasya.
***
Sudah berminggu-minggu. Aku benar-benar menyerah. Aku tidak tahu apa salahku. Aku hanya menerka-nerka kesalahanku. Antara karena Tasya tahu kalau ibuku tidak suka padanya, atau karena Rifqi. Yang pasti aku tahu kalau dia tidak ingin didekati olehku. Maka aku tidak akan mendekati atau mengajaknya bicara, mungkin dia hanya butuh jauh dariku untuk sementara.
Aku perhatikan sebenarnya Tasya juga sudah tidak dekat lagi dengan Fika. Aku selalu bertemu Fika yang sendirian tanpa Tasya. Dan teman sekelas Fika juga bilang padaku kalau Tasya dan Fika sudah jarang berhubungan. Aku merasa punya teman yang senasib denganku. Perasaanku agak lega, setidaknya bukan cuma aku yang diperlakukan sama oleh Tasya.
Tapi, aku masih memiliki ganjalan besar di hatiku. Aku tidak mau punya musuh. Dan aku tidak mau melakukan kesalahan yang sama. Kalau Tasya mengatakan apa salahku, aku pasti akan berusaha memperbaiki kesalahanku itu. Tapi Tasya menutup mulutnya rapat-rapat. Hanya tingkah laku aneh yang ditunjukannya.
“Lis, nih.” Entah karena ada angin atau apa, tiba-tiba Tasya memberiku sebuah permen. Kulihat permen itu. Permen Thamarin. Jujur, aku benci rasa permen itu. Tapi aku tersenyum bahagia karena Tasya yang memberinya.
Sikap Tasya saat itu sangat aneh. Dia memberiku permen dengan juteknya. Tapi itu menunjukkan sedikit perubahannya menjadi baik padaku lagi. I hope so.
“Iya ini di kali lalu ditambah.” Keesokan harinya setelah Tasya memberiku permen, aku sedang mengerjakan tugas matematika bersama Nada. Awalnya Tasya dan aku masih saling diam. Sampai akhirnya...
“Lis, bantuin aku ngerjain juga dong.” Mimpi! Aku pasti bermimpi! Tidak mungkin Tasya yang mengatakan itu. Jantungku berdegub kencang. Aku lebih senang mendengar suara Tasya dibanding suara cowok yang aku sukai walau cowok itu sedang menembakku. Tasya lebih membuatku gugup!
“Eeee... Iya, sini.” Aku pun berpaling dari Nada dan mulai membantu Tasya mengerjakan tugas MM.
***
“Aku salah apa sih?” sekali lagi aku menanyakan itu pada Tasya. Sudah beberapa hari semenjak kami mulai berteman lagi.
“Kamu nggak salah apa-apa kok.”
“Ayolaaah. Aku tau kamu marah waktu itu.”
“Mmmm... Gini ya, Lis. Sebenarnya aku nggak marah, cuma lagi males aja. Malah aku yang harusnya minta maaf soalnya aku yang salah, udah ninggalin kamu.”
“Terus salahku apa?” tidak ada jawaban dari Tasya. Kulihat ia hanya tersenyum.
“Yang pasti bukan karena Rifqi. Kamu nggak perlu tahu, aku aja yang salah nilai kamu.” Dari mana dia tahu kalau aku mengira dia marah padaku karena Rifqi? Tasya tersenyum puas dan meninggalkanku yang sangat penasaran sendirian.
Sampai sekarang, aku tidak pernah tahu apa salahku pada Tasya yang membuatnya sempat memusuhiku saat itu. Tapi hal terpenting bukan itu. Yang penting adalah kami bisa kembali berteman, bahkan bersahabat. Tasya adalah orang terpenting setelah orangtua dan keluargaku.
Aku tidak tahu dan tidak peduli apa penyebabnya hingga kau marah. Tapi yang pasti, tahukah kau? Aku telah mendapat yang aku inginkan, yaitu Kau. Terimakasih telah menjadi temanku selama ini.

Masalah di cerpen ini adalah masalah nyata yang aku alami sekarang. Semoga ending di cerpen ini bisa terjadi juga di kejadian nyata :) a**l, makasih kamu sempet jadi temenku :')



Selasa, 03 Juli 2012

Read This! No Need To Cheat! (motifasi untuk jujur)

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 22.09 0 komentar

    Hai for everyone! Long time no see :) . Udah lama aku nggak pernah nge-posting. You know why? Soalnya selama beberapa waktu ini aku lagi sibuk soal urusan kelulusan. Yup! I GRADUATED! Akhirnya setelah 3 tahun, sekarang aku udah bisa bernapas lega. Ditambah lagi aku juga udah masuk di salah satu SMA internasional, hahaha #pamer.

    Tapi, jujur nggak semudah itu aku bisa lulus. Aku mau berbagi pengalaman. Nah, dimulai dari UNAS. Kalian pasti tahu kalau UNAS biasanya dianggap menakutkan bagi semua siswa. Entah menakutkan karena soal-soal yang dianggap susah atau karena khawatir tidak lulus. Yes, I was feeling like that.  Kalian tahu? Aku juga takut nggak bisa ngerjain setiap soalnya, bahkan aku takut nggak lulus. Tapi, aku pertaruhkan semua itu demi kejujuran. Ya, tahun ini, UNAS SMP ini, aku berani memutuskan untuk jujur -tanpa nyontek-. Entah kenapa aku bisa kepikiran seperti itu, tapi yang pasti aku termotifasi oleh salah satu temanku yang bernama Laras yang juga berani nggak nyontek, bahkan dia mengaku nggak pernah nyontek dari awal masuk SMP. What a dare?! Kenapa aku bisa sangat termotifasi oleh orang ini? Karena aku sudah melihat bukti kalau tidak mencontek tidak akan membuatmu gagal. Laras, yang dari awal udah nggak pernah nyontek, selalu dapet ranking 3 besar di sekolahku. And you know what? I proved it! Yeah, aku sudah membuktikan sendiri. Percaya nggak percaya, semenjak aku memutuskan untuk nggak nyontek lagi alias insyaf (waktu kelas 9), aku akhirnya bisa menempati ranking 1! Percaya nggak? Aku bahkan sering dapet nilai yang lebih tinggi dari anak-anak yang biasanya ikut olimpiade! Dan semua itu berkat aku nggak nyontek!
 
    Aku bahkan berani nggak nyontek waktu UNAS. Walau banyak godaan setan yang sempat menggoyahkan keyakinanku untuk nggak nyontek, tapi akhirnya aku tetep jujur. Sebenernya banyak tawaran buat bocoran, tapi aku tetep kuat pendirian. Sampai di malam pengumuman, aku sempet takut dapet nilai jelek karena aku nggak nyontek. Tapi ternyata, aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan! Walaupun banyak temenku yang nilainya lebih bagus karena bocoran atau nyontek, nilaiku sudah sangat membanggakan bagiku. Mungkin dipikiran kalian aku bodoh karena menyia-nyiakan tawaran bocoran jawaban, tapi aku menantang kalian buat membuktikan sendiri. Coba sesekali kalian mengerjakan ulangan tanpa nyontek, tunggu dan lihat hasilnya. Saat melihat hasilnya dan ternyata nilai kalian jelek, ingat baik-baik perjuangan kalian waktu mengerjakan ulangan itu, dan pikirkan ini baik-baik : lebih hebat mana nilaimu yang jelek tapi karena jujur, atau nilai temanmu yang bagus tapi nyontek semua? Harusnya jawabannya adalah dirimu yang jujur! Bayangkan, tanpa mengontek saja bisa mendapat nilai, kenapa harus nyontek walau dapet bagus tapi nilai sebenarnya adalah NOL karena sebenarnya kalian yang nyontek itu nggak bisa ngerjain apa-apa, makanya butuh contekan. Dan kalian yang jujur, berapapun nilai/hasilnya, pasti punya perasaan bangga walau sangat sedikit dihati.

    Karena itu aku hanya mau bilang, tolong percaya pada otak yang sudah diberikan Tuhan untuk kita. Jika kalian mau berusaha dan berdoa, niscaya Tuhan kalian akan membantu menyelesaikan kesulitan kalian. Tanpa nyontek pun kalian bisa. Lagipula, dapat nilai bagus karena nyontek nggak akan bertahan lama. Lihat saja dikemudian hari saat semuanya dibuktikan. Sekali lagi, percayalah pada diri sendiri :). 

Minggu, 15 April 2012

My Story About Seto Koji

Diposting oleh Debby Sylvania Harlian di 02.13 0 komentar
   Hai Giiirrrls...!!! Mungkin sekarang kalian lagi pada ngefans sama artis-artis Korea. Secara gitu kan lagi nge-tren. Aku juga lagi nge-fans sama artis berwajah oriental, tapi bukan dari Korea. Yang satu ini dari Jepang.
   Dari post-ku sebelumnya, pasti udah bisa ditebak aku lagi nge-fans sama siapa. Seto Koji!!! Yups, SETO KOJI!!! Cuma gara-gara drama KOIZORA :). Awalnya aku nggak suka banget sama nih orang, soalnya rambutnya di Koizora freak banget. Tapi.... Kalo liat senyumnya, pasti cewek-cewek pada melting deh, hahahaha... Ya, memang aku suka sama dia pertama kali gara-gara senyumnya. Aku beritau, menurutku dia cowok yang punya senyum termanis yang pernah aku lihat -sekarang ini-. Bahkan Jared Leto dan Gerard Way harus rela tergeser oleh cowok ini (maaf Jared, Gerard, hatiku harus dibagi lagi hahaha).  Sedikit info aja, biasanya kalo aku ngefans sama artis pasti curhat di sini (blogku). Kalo sebelumnya aku sudah cerita Jared Leto dan Gerard Way soal band mereka masing-masing, kali ini aku mau kasih sedikit info soal Seto Koji.
   Namanya SETO KOJI (瀬戸 康史). Lahir di Hakata-ku, Fukuoka, Jepang. Selain sebagai aktor, dia juga seorang penyanyi di Jepang. Nama grupnya TETRA-FANG. Serial TV dan film yang dimainkan ada banyaaak, cari sendiri yaaa.
   Ada yang bilang nih kalo dia dijuluki Angelic Face, secara gitu bibirnya itu loh seksi banget!!! Matanya juga bagus, jernih!Orang ini orang oriental yang cakep banget. Bahkan menurutku dia lebih ganteng, lebih imut, dan lebih manis dari artis berwajah oriental juga yaitu KIM BUM (padahal aku juga ngefans dia).
   Sebenernya aku rada kecewa sama foto-fotonya. Tau kan, aku pertama kali tau dia di Koizora. Di sana dia berperan sebagai Hiro yang berandalan, brutal, dan keras. Aku pikir dia beneran cowok kaya' gitu, soalnya dia mendalami banget peran sebagai Hiro. Tapi ternyata, jeng..jeng..jeng... Dia girlie banget! Dan ternyata dia juga anggota boyband, pantes aja dia kaya' gitu. Maaf para penggemar boyband, aku tuh nggak pernah suka sama boyband, soalnya mereka kaya banci ==", tapi sepertinya aku kena karma, sekarang aku jadi suka sama Seto Koji yang personil Boyband T_T. Yaah mau gimana lagi, dia cakep banget sih. Imutnya ngalahin cewek, senyumnya bikin meleleh, dan bibirnya hot banget! Lope..lope..deh!


   Hahahaha... =) Udah dulu ya girls. Kalo kalian belom tau Seto Koji, ini ada beberapa fotonya, barangkali kalian juga ikutan ngefans kaya aku. Beneran loh kalo dia punya senyuman maut! hahahaha...


 

My Blog, My Own Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea